Like an owl..I must can see in the dark

Like an owl..I must can see in the dark
Like an owl..I must can see in the dark

Senin, 03 Oktober 2011

Mengenal Diri Sendiri

Beberapa minggu ini saya senantiasa melepas emosi negatif kepada murid-murid saya. Namun sejujurnya di dalam hati saya terdalam, saya menyadari bahwa bukan mereka yang salah. Semua kekesalan saya berakar dari jiwa saya sendiri.

Seorang rekan guru mengatakan mungkin kalau kita banyak uang hati kita akan senang (bahagia). Saya bertanya-tanya apa iya...

Tak lama kemudian saya mendapat rejeki berlebih. Tapi ternyata saya tidak merasakan keseimbangan emosi. Brain gym yang pernah saya ikuti sepertinya bukan jawaban masalah saya.

Kesedihan terus melanda saya. Dan hari ini saya menyadari bahwa jauh dalam lubuk hati saya, saya mendambakan dan membutuhkan penyegaran ilmu. Membutuhkan pengembangan diri dari segi skill, knowledge,karir. Menjadi guru sebenarnya bukanlah karir. Ia adalah ladang amal. Saya tetap cinta berprofesi guru. Tapi saya bukan orang yang bisa stagnant di satu titik. Saya merasa haus...

Rekan native speaker di sekolah menceritakan pengalamannya tiga hari yl. Ia mengikuti pelatihan mediator di kehakiman. Tugas tepatnya adalah menjembatani komunikasi pasangan suami istri yang berniat cerai agar merundingkan kembali keputusan tersebut (spy tidak jadi cerai gethu..).

Wow..saya berpikir it's challenging activity. Saya mulai berpikir untuk mencari sendiri pelatihan demi mempersiapkan usaha yang mjd rencana saya kelak, yakni bimbingan belajar berbasis alat peraga dan matematika otak kanan yang saya kembangkan sendiri.

Tibalah tadi sore seorang murid alumni sekolah kami yang meminta saya mengajarkan logaritma. Pulangnya ia menawarkan untuk mengantarkan saya sampai ke rumah. Mulanya saya merasa senang. Namun tiba-tiba saya menyadari sesuatu..murid saya itu pasti akan melihat anak ke 2 saya yang terkena CP. Ia akan bertanya2 dan...ah tapi sudah terlambat untuk membatalkan persetujuan saya untuk diantar.

Akhirnya apa yang saya khawatirkan terjadi juga. Saya tau ia terkejut namun ia tidak bertanya. Saudara2...kalau kalian menganggap mudah memiliki anak CP (cerebral palsy) dan men"judge" saya sbg org tua yang tidak layak karena merasa malu memiliki anak "cacat", mungkin saudara harus merasakannya sendiri.

Seorang terapis berkata bahwa saya jangan sekali-kali menyebut anak saya tersebut dengan embel-embel CP. Anggap ia anak yang normal.

Entri saya sekarang jadi melenceng kemana-mana. Tapi beberapa hari ini saya jadi banyak merenungi apa yang saya cari dalam kehidupan ini untuk menggapai kebahagiaan saya di akhirat.

Saya tidak dapat membiarkan ktidakseimbangan ini merajai jiwa saya. Tentunya bukan hanya ibadah shalat yang menjadi jawabannya. Saya butuh pendewasaan diri, pengembangan, berbagi manfaat.

Inilah anak ke dua saya..anak yang mjd harapan saya bahwa Allah akan memberinya imbalan syurga karena beban hidup yang harus ia tanggung. Rasa suka citanya selalu tampak setiap kali mendengar azan. Ia begitu girang sementara saya yang menganggap diri saya normal tidak merasakan apa2 ketika mendengar azan.

Dia lah yang mengingatkan saya untuk tidak berhenti hanya menjadi guru di sekolah. Ia membuat saya merasa harus berjuang menggapai kemandirian saya dalam mengembangkan seluruh potensi saya agar kelak semua yang saya miliki bisa saya berikan kepadanya dengan adil agar ia tidak menjadi beban bagi saudara-saudaranya.

Ia Yahya...dan adiknya Rifqi.

I love you both...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar